简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Pengakuan pihak Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) tentang adanya kesalahan dalam kasus penipuan robot trading yang memakan banyak korban
Viral Kasus Robot Trading
Sebagaimana kita ketahui bersama, kasus robot trading & binary telah memberikan kontribusi nilai kerugian yang signifikan di yurisdiksi Republik Indonesia. Berbagai kejadian penipuan yang sempat viral melibatkan beberapa nama sebagai berikut:
· Robot trading ATG (Lego Market LLC)
· Robot trading DNA Pro
· Robot trading Fahrenheit
· Robot trading Net89 / SmartX (Max Global FX)
· Robot trading Viral Blast
· Binary Binomo
· Binary Olymp Trade
· Binary Quotex
Baru – baru ini, para korban mengajukan permohonan restitusi ke LPSK di beberapa kasus tersebut.
Satgas Waspada Indonesia (SWI) pernah menyampaikan bahwa sepanjang 2018 - 2022 tercatat total kerugian lebih dari Rp 123 Triliun akibat dari maraknya investasi ilegal, robot trading menimbulkan korban dengan kontribusi nilai yang sangat besar di tahun 2022.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menemukan data transaksi ilegal mencapai Rp 35 triliun pada tahun 2022. Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam acara Refleksi Akhir Tahunan PPATK mengatakan, mayoritas modus yang digunakan adalah menggunakan instrumen robot trading.
BAPPEBTI Mengakui Adanya Kesalahan
BAPPEBTI melalui Ketua Plt, Didid Noordiatmoko mengakui adanya kesalahan yang dilakukan pihaknya karena tidak menginformasikan secara dini kepada masyarakat luas. Pasalnya, sejak awal ia merasa persoalan robot trading berada di luar ranah BAPPEBTI.
“Kesalahan kami memang tidak secara dini mengingatkan masyarakat, saya akui itu kesalahan kami, tidak secara dini mengingatkan pada masyarakat, karena kami menganggap itu bukan ranah Bappebti,” kata Didid dalam siaran pers di kantor BAPPEBTI Jakarta Pusat, Rabu (04/01/2023).
Para pelaku penipuan robot trading tersebut mengaku telah mendapatkan izin dari BAPEBBTI. Padahal, selama ini yang diberikan izin oleh Kementerian Perdagangan adalah penjualan robot trading itu.
“Robot trading kemarin itu tidak pernah memperoleh izin BAPPEBTI, mereka memperoleh perizinan dari Kementerian Perdagangan untuk menjual robot trading itu. Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL), jadi dia izin untuk menjual robot trading-nya,” jelas Didid.
Untuk mendapatkan izin melakukan perdagangan jual-beli di bursa, pelaku mesti mendapatkan izin Bappebti dengan memenuhi kriteria perdagangan berjangka komoditi. Salah satu kriteria yang dipaparkan Didid adalah tidak menggunakan pihak ketiga untuk bertransaksi dengan pialang atau pedagang.
Sedangkan yang terjadi pada kasus penipuan robot trading itu adalah sejumlah orang mengumpulkan dana masyarakat dengan dalih melakukan investasi lewat robot trading.
“Jadi transaksi investasi apapun alasannya, itu tetap kami minta orang perorangan atau investor yang bersangkutan untuk melakukan langsung transaksi itu. Bahkan kami melarang marketing dari pialang untuk mentransaksikan,” papar Didid.
Selain itu, pelaku penipuan kasus robot trading pun tidak mendapatkan izin untuk menghimpun dana dari masyarakat. “(Terutama) izin untuk bertransaksi melalui Tbk (Terbuka) itu jelas dari Bappebti, dan mereka tidak punya izin itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, dia mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya dengan embel-embel robot trading, dimana kerap dijanjikan pasti untung saat berinvestasi. Menurutnya, tidak ada satu pun investasi yang terus-terusan untung secara flat.
“Yang terjadi justru skema ponzi, piramid. Mereka kan ada yang bilang ikut itu pasti untung terus, itu belum jenuh saja. Ketika jenuh, hilang itu. Kemudian ada binary option, itu menurut kami deket judi,” tutur Didid.
Peringatan WikiFX: Cara Penipuan Broker Nakal
Berikut adalah hasil rangkuman dari penelusuran yang dilakukan oleh tim WikiFX pada banyak kasus online trading scam. Biasanya ada 3 tahapan yang seringkali terjadi dalam proses penipuan broker nakal, yaitu:
1. Fase Perangkap Untuk Memperdaya
- Flexing (pamer)
- Honey Trap (jebakan asmara)
- Janji dijamin pasti untung
- Dikasi untung saat nilai transaksi kecil
- Diberi hadiah untuk penyetoran dana besar
2. Fase Modus Untuk Penipuan
- Kesalahan sinyal
- Manipulasi harga
- Lonjakan slip page
- Website “under maintenance”
- Status “under review”
- Pengenaan Pajak Dibayar Dimuka
- Tuduhan Expert Advisor Ilegal
- Tuduhan Pencucian Uang
- Tuduhan Insider Trading
3. Fase Eksekusi Korban Penipuan
- Akun Dibekukan
- Angka Saldo Dana Menjadi “0”
- Sama Sekali Tidak Merespon
- Website Menghilang
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
Octa Markets Cyprus Ltd, broker internasional yang beroperasi sejak 2011, menerima penghargaan 'Broker Ramah Islam Terbaik Indonesia 2024' dari Finance Derivative atas komitmennya yang luar biasa dalam menyediakan layanan perdagangan sesuai Syariah di pasar Indonesia.
Berdasarkan pantauan terkini, telah teridentifikasi beberapa platform broker forex yang saat ini telah berubah statusnya menjadi ilegal. Hal ini lantaran aspek otorisasi/regulasi/lisensi telah dicabut oleh lembaga berwenang yang dieksekusi pada akhir November 2024.
VPR Safe Financial Group selaku operator broker forex Alvexo diwajibkan membayar denda sebesar 50.000 Euro atau setara lebih dari Rp 830 Juta akibat pelanggaran serius yang dilakukan terkait dengan Pembatasan Pemasaran, Distribusi dan Penjualan Kontrak untuk Perbedaan (CFD) kepada Klien Ritel.
Semakin bertambah ancaman kejahatan online di dunia perdagangan instrumen keuangan online. Terdeteksi adanya lima broker forex kategori penipu baru yang telah memakan korban. Muncul pula upaya improvisasi kriminal daring dengan modus platform duplikasi regulator per akhir November 2024.